SPOTNEWS.id, Jakarta – Tersangka kasus suap Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Gratifikasi Mantan Bupati Tanah Bumbu Mardani Maming divonis oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Banjarmasi Kalimantan Selatan 10 tahun penjara dengan denda 500 Juta dan membayar uang pengganti sebesar Rp. 110,6 Miliar.
Terkait hal itu, Kepala Bagian Humas Komisi Pemberantassan Korupsi (KPK) Ali Fikri, menyampaikan apresiasai atas vonis yang dijatukan kepada Mardani Maming. Pihaknya menilai vonis yang dijatuhkan terhadap tersangka kasus tersebut, membuktikan tidak ada unsur kriminalisasi.
“Tuduhan dengan narasi KPK telah mengkriminalisasi dan politis dalam setiap penyelesaian perkara hanyalah persepsi subjektif, tanpa alas hukum yang dimilikinya,” ujar Ali. Jumat, (10/2/2023).
Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Banjarmasin memvonis Mardani 10 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 4 bulan kurungan. Selain itu, Mardani juga diwajibkan membayar uang pengganti sebanyak Rp 110,6 miliar subsider 2 tahun kurungan.
Ketua Majelis Hakim Heru Kuntjoro, mengatakan terdakwa Mardani H Maming terbukti melakukan korupsi sebagaimana dakwaan KPK. KPK mendakwa Maming menerima uang sebanyak Rp 118 miliar secara bertahap lewat pembayaran tunai dan transfer antar bank. Pemberian uang itu disebut dilakukan karena Maming membantu peralihan Izin Usaha Pertambangan batu bara dari PT Bangun Karya Pratama Lestari (BKPL) kepada PT Prolindo Cipta Nusantara (PCN) pada medio 2011.
Vonis yang dijatuhkan kepada Maming sedikit lebih rendah dari tuntutan jaksa KPK. Jaksa penuntut umum KPK menuntut mantan Bendahara Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama itu dihukum 10 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp 700 juta subsider 8 bulan kurungan. Jaksa KPK juga menuntut Mardani diwajibkan membayar uang pengganti Rp 118 miliar subsider 5 tahun kurungan.
Ali mengapresiasi putusan tersebut. Dia menilai hakim telah memeriksa dan memutus perkara ini secara obyektif. “Putusan tersebut menegaskan apa yang dilakukan KPK dalam proses penegakan hukum telah sesuai mekanisme dan prosedur,” kata dia.
KPK mulai menyelidiki kasus pengalihan IUP batu bara ini sejak 9 Juni 2022. Sepekan kemudian, KPK menaikkan kasus ini ke tahap penyidikan dengan menetapkan Maming menjadi tersangka. Maming sempat melakukan perlawanan terhadap proses hukum tersebut. Dia mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, namun ditolak. Maming juga beberapa kali tak mau memenuhi panggilan KPK.
Dalam berbagai kesempatan, Maming menuding bahwa kasus hukum yang menjeratnya memiliki motif politik dan bisnis. Dia menuding KPK melakukan kriminalisasi terhadap dirinya. Mantan politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu menuding pengusaha asal Kalimantan Selatan Andi Syamsuddin Arsyad alias Haji Isam ada di balik kasus ini.
Junaidi, pengacara Haji Isam membantah tuduhan tersebut. Dia mengatakan kliennya tak punya masalah apapun dengan Mardani Maming. Junaidi mempertanyakan alasan Mardani menyeret nama kliennya. “Pak Haji Isam tidak punya masalah dengan Pak Mardani,” terangnya Junaidi. (*)