SPOTNEWS.id, Jakarta – Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) mendesak Pemerintah untuk membatalkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 12 Tahun 2023 tentang Pemberian Perizinan Berusaha, Kemudahan Berusaha, dan Fasilitas Penanaman Modal Bagi Pelaku Usaha di Ibu Kota Nusantara.
Sebab, PP yang diteken Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 6 Maret 2023 lalu itu dinilai memiliki banyak permasalahan.
Mengutip rilis pers pada Selasa (14/03/2023), Sekretaris Jendral (Sekjen) KPA, Dewi Kartika menyampaikan, ada 9 pandangan dan kritik KPA terhadap substansi PP 12/2023. Berikut intinya:
- Pemberian HGU dan HGB hampir dua abad lamanya melanggar Konstitusi dan UUPA;
- Kembali ke zaman orde baru, Pemerintah ingkari keberadaan UUPA 1960;
- PP lebih buruk dari hukum agraria kolonial;
- PP melanggar Putusan MK No.21-22/PUU-V/2007 terkait pemberian konsesi sekaligus di muka;
- UU No. 3/2022 tentang Ibu Kota Negara dan PP 12/2023 melanggar Putusan MK 91/PUU-XVIII/2020;
- Kebijakan siklus HGU akan memperparah konflik agraria dan monopoli tanah di Kalimantan Timur;
- Obral murah HGU-HGB tanpa transparasi dan sanksi, akan suburkan korupsi agraria-SDA, mafia tanah, spekulan tanah, dan praktik land banking;
- Kewenangan terlampau luas Otorita IKN, potensi abuse of power terbuka lebar;
- Proyek IKN Tanpa Basis Pelaksanaan Reforma Agraria.
Berdasarkan 9 masalah pokok dari PP 12/2023 di atas, telah jelas bahwa orientasi PP membuka jalan sangat lebar pada praktik liberalisme dan kapitalisme di Indonesia.
Proyek IKN selama ini dianggap terus bersembunyi di balik argumen historis, filosofis, nasionalis, hingga ilmiah, untuk melegitimasi pemidahan ibu kota negara.
“Namun lewat rumusan PP 12/2023, watak asli rencana pembangunan IKN semakin jelas. Proyek IKN kuat berorientasi pada kepentingan bisnis bersifat lapar tanah,” ujar Dewi Kartika.
Kebijakan masa konsesi 190 tahun untuk HGU serta 160 tahun untuk HGB dan Hak Pakai bagi kelompok investor adalah kebijakan yang melanggar Konstitusi dan bersifat kontra Reforma Agraria.
“Oleh sebab itu, KPA menentang keras pemberlakukan PP 12/2023, mendesak Pemerintah dan/atau DPR RI untuk segera membatalkannya. Kewenangan luas Otorita IKN pun harus dipangkas,” jelasnya
Menurut dia, sudah seharusnya Pemerintah-DPR RI kembali setia pada konstitusionalisme agraria.
Usaha koreksi Negara terhadap ketimpangan sosial, ekonomi, konflik agraria, serta krisis ekologis di Kaltim harus dijalankan terlebih dahulu sebelum pengadaan tanah bagi investor dijalankan.
“Setelah reform dijalankan, maka pengadaan tanah bagi kelompok investor dalam negeri dan luar negeri, serta cabang-cabang produksi yang penting yang menyangkut hajat hidup rakyat di lokasi IKN ke depan dapat berjalan di atas rel keadilan sosial dan keberlanjutan alam,” imbuhnya.
Sementara itu, model ekonomi IKN pun harus dibangun dalam bentuk ekonomi gotong-royong dengan tujuan sebesar-besar kemakmuran rakyat. Tentunya, bukan model ekonomi kapitalis yang menjadikan tanah dan kekayaan alam semata barang komoditas yang bebas disewa-sewakan dan ditransaksikan semata demi kepentingan segelintir elit bisnis. “Sebab model ini jelas ditentang UUD 1945 dan UUPA 1960,” pungkas Sekjen KPA itu. (*)