SPOTNEWS.id, Jakarta – Bank Indonesia menyatakan optimis dalam menghadapi gejolak perekonomian global yang tidak menentu. Banyak hal yang perlu di waspadai ditengah kondisi pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam menghadapi gejolak yang belum bersahabat.
“Tahun 2023 kita harus waspada, global masih belum bersahabat, masih bergejolak, tapi dengan keyakinan kita mari kita optimistis,” kata Gubernur BI Perry Warjiyo saat peluncuran laporan Laporan Perekonomian Indonesia (LPI) 2022 dan Kajian Ekonomi dan Keuangan Syariah (KEKSI) 2022 di Jakarta, Senin (30/1/2023).
BI memperkirakan pada 2023 pertumbuhan ekonomi berada di kisaran 4,5 persen-5,3 persen, dan kemungkinan bisa mengarah ke 5 persen jika konsumsi meningkat signifikan.
“Kemungkinan sekitar 4,9 persen, bisa saja kalau konsumsi cepat bisa mengarah ke 5 persen. Sementara inflasi inti pada semester I 2023 dipastikan berada di bawah 4 persen. Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) kembali ke dalam sasaran di bawah 4 persen pada semester II 2023, “ujarnya.
Sejak 1 Januari-26 Januari 2023, tercatat aliran modal asing masuk bersih Rp48,08 triliun di pasar Surat Berharga Negara (SBN). Hingga 17 Januari 2023, investasi portofolio mencatat arus masuk bersih (net inflow) sebesar 4,6 miliar dolar AS.
“BI juga optimistis kredit perbankan akan tumbuh 10-12 persen pada 2023. Pada Desember 2022, pertumbuhan kredit perbankan mencapai 11,35 persen (year on year/yoy), lebih tinggi jika dibandingkan dengan pertumbuhan pada periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 5,24 persen (yoy), “terangnya.
Sementara itu, BI memproyeksikan perekonomian Indonesia 2022 bisa tumbuh bias ke atas dengan kisaran 4,5-5,3 persen, yang ditunjang antara lain kinerja ekspor yang kuat dan konsumsi swasta yang meningkat. Menurut Perry, capaian itu membanggakan jika dibandingkan dengan perekonomian global 2022 yang hanya tumbuh 3 persen.
Perry juga menekankan inflasi Indonesia pada Desember 2022 mencapai 5,51 persen, yang merupakan suatu capaian dibandingkan dengan negara-negara lainnya yang banyak mengalami inflasi di atas delapan persen.
Neraca transaksi berjalan Indonesia juga mencatat surplus pada kuartal III 2022 sebesar 4,4 miliar dolar AS atau 1,3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB), lebih tinggi dari capaian triwulan sebelumnya sebesar 4 miliar dolar AS atau 1,2 persen PDB.
“Itulah suatu kebanggaan rasa optimisme kita, tapi tentu saja hidup penuh tantangan, kita harus waspada tidak boleh lengah karena global masih tidak menentu, tapi kewaspadaan itu tentu saja harus kita ukur, kita takar dan mempersiapkan manajemen risiko skenarionya,” tuturnya.
Inflasi inti tercatat rendah pada akhir 2022 yakni 3,36 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya (yoy), jauh lebih rendah dari prakiraan Bank Indonesia sebesar 4,61 persen (yoy). Inflasi IHK pada akhir 2022 sebesar 5,51 persen (yoy), lebih rendah dari prakiraan sesuai dengan Consensus Forecast 6,5 persen (yoy) pascapenyesuaian harga BBM bersubsidi pada September 2022.
“Evaluasi kami dan perkiraan kami di tahun 2022, 2023, bahkan 2024, mari kita bersyukur dan mari kita optimistis dan tetap waspada,” tutup Perry. (ar/rbl)