Surabaya, Spotnews.id – Dunia bisnis kini bergerak cepat memasuki era kecerdasan teknologi. Kondisi ini menuntut generasi muda untuk menjadi entrepreneur yang adaptif, kreatif, dan bijak dalam memanfaatkan kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI).
Hal tersebut disampaikan oleh Heri Cahyo Bagus Setiawan, Dosen Kewirausahaan Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Negeri Surabaya (Unesa), saat menjadi narasumber dalam dialog interaktif di Studio RRI Pro 2 Surabaya, Kamis (16/10/2025).
“Kita hidup di dunia yang ekonominya digerakkan oleh kecerdasan teknologi. Karena itu, entrepreneur muda harus mampu mengadopsi AI secara bijak, bukan takut terhadapnya,” ujar Heri.
Heri menjelaskan, kecerdasan buatan seharusnya dipandang sebagai mitra berpikir manusia, bukan pengganti kreativitas. “Yang akan unggul di masa depan adalah mereka yang bisa memadukan teknologi dengan empati, data dengan intuisi,” tambahnya.
Dalam dialog yang berlangsung selama satu jam tersebut, Heri juga menekankan pentingnya momentum dalam bisnis.
“Dalam dunia usaha, momentum itu segalanya. Pasar bisa ditemukan, tapi juga bisa diciptakan. Entrepreneur sejati tidak menunggu waktu yang tepat, tetapi dia yang menciptakannya,” tegasnya.
Sejumlah pertanyaan menarik datang dari para pendengar, terutama mahasiswa dan generasi muda. Salah satu di antaranya bertanya tentang bagaimana cara memulai bisnis sambil kuliah. Menjawab hal itu, Heri menilai bahwa tidak ada waktu yang benar-benar ideal untuk memulai usaha.
“Kuliah dan bisnis bisa berjalan bersama. Kuliah memberi pengetahuan, bisnis memberi pengalaman. Dua-duanya saling melengkapi,” jelasnya.
Menjawab pertanyaan lain tentang bisnis dari hobi, Heri menjelaskan bahwa bisnis bisa berawal dari hobi, namun tidak harus dari hobi.
“Kalau bisnis lahir dari passion, biasanya bonusnya adalah kebahagiaan. Misalnya seseorang yang suka bernyanyi lalu membuka sekolah vokal, itu contoh hobi yang bernilai ekonomi,” ujarnya.
Heri menutup dialog dengan pesan inspiratif bahwa entrepreneurship bukan hanya aktivitas ekonomi, tetapi juga cara hidup untuk memberi nilai dan manfaat.
“Yang paling cerdas di era teknologi bukanlah mesin, melainkan manusia yang mampu memaknai kecerdasan itu untuk kemaslahatan,” tutupnya.
(Sumber: Spotnews.id – Us)








