Jakarta, Spotnews.id – Insentif pajak tambahan bagi para eksportir yang menempatkan dolar hasil ekspornya di Indonesia, berupa pengurangan pajak penghasilan (PPh), tak kunjung terbit.
Insentif ini merupakan bagian dari paket kebijakan bagi eksportir sumber daya alam (SDA) yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2023 tentang Devisa Hasil Ekspor dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan, dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pun belum dapat memastikan kapan aturan itu akan selesai. Padahal, pihaknya sebelumnya menjanjikan pemberian insentif itu, dengan merevisi PP Nomor 123 Tahun 2015.
“PP ini sedang kita bahas bersama kementerian lain, dan kita harap akan segera terbit,” kata Sri Mulyani dikutip Kamis (16/11/2023).
Adapun, Sri Mulyani mengungkapkan insentif yang akan diberikan tak lagi hanya untuk para eksportir yang menempatkan dolarnya dalam bentuk deposito dalam waktu tertentu, seperti pengurangan PPh hingga 0%. Namun, juga akan diperluas bila ditempatkan di instrumen penempatan DHE lainnya.
“Jadi saat ini kami juga tetap akan siapkan RPP baru untuk beri insentif yang cakupannya lebih luas dengan menambah instrumen selain hanya deposito,” tegas Sri Mulyani.
“Karena selama di dalam PP yang asal insentif PPh dan pengurangannya hanya dikaitkan dengan depositonya saja, tapi kita perluas dengan instrumen lain selain deposito, tapi dikaitkan dengan retensi atau penempatan dana itu,” ungkapnya.
Sebelumnya, Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso mengatakan, berdasarkan PP Nomor 123 Tahun 2015, pemerintah sudah memberikan insentif pajak penghasilan (PPh) berupa bunga deposito dalam bentuk valuta asing (valas). Namun, cakupannya masih sempit hanya dalam bentuk deposito.
Rinciannya, untuk deposito biasa (bukan DHE) dikenakan PPh sebesar 20%, namun untuk Deposito DHE SDA dikenakan PPh atas bunga yang bervariasi, seperti PPh 10% (untuk tenor 1 Bulan), PPh 7,5% untuk Deposito tenor 3 Bulan, dan PPh 2,5% untuk Deposito DHE tenor 6 Bulan.
Akan tetapi, dengan adanya PP Nomor 36 Tahun 2023, pemerintah berencana membuat revisi PP 123/2015 yang bakal memberikan insentif pajak lebih banyak, tak hanya untuk deposito. Rinciannya masih digodok Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan.
“Sekarang sedang disiapkan RPP (123/2015) perlakuan PPh atas penghasilan dari penempatan DHE SDA. Jadi nanti akan lebih diberikan insentif fiskal lebih banyak lagi,” ujarnya.
Keberatan Pengusaha
Peraturan DHE SDA mewajibkan eksportir menyimpan minimal US$ 250 ribu di sistem keuangan domestik paling singkat berjangka waktu tiga bulan sejak penempatan dalan rekening khusus SDA.
Plh Direktur Eksekutif Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Indonesia atau Indonesian Mining Association (IMA), Djoko Widajatno menyebutkan bahwa pihaknya keberatan atas peraturan itu.
Djoko mengatakan bahwa para pengusaha khususnya pengusaha pertambangan sektor mineral dan batu bara (minerba) mengkhawatirkan apabila nantinya DHE tersebut disimpan dalam sistem perbankan dalam negeri, maka tidak bisa mencukupi kebutuhan atas valuta asing.
Hal itu dikarenakan penyimpanan DHE dalam negeri bisa memungkinkan pemerintah menggunakan cadangan itu untuk membayar utang pemerintah.
“Devisa masuk ke sistem perbankan Indonesia membuat banyak jumlah cadangan dolar. Masuk ke pasar uang jangan dipakai pembayaran utang pemerintah, sehingga kekhawatiran tidak cukupnya valuta asing tidak dapat diatasi, karena TKDN (Tingkat Komponen Dalam Negeri) di pertambangan masih rendah,” tambahnya.
Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) mengakui aturan penyimpanan dolar hasil ekspor yang wajib ditahan selama 3 bulan di dalam negeri berat.
Ketua Gapki Eddy Martono mengungkapkan pihaknya telah memberikan masukan kepada pemerintah dan dia berharap ada pelonggaran mengenai aturan ini. Eddy juga mempertanyakan sulitnya memperoleh likuiditas dolar dalam bentuk kredit, ketika dolarnya ditahan.
“Itu kan ditahan 3 bulan, sedangkan tidak semuanya mampu…perbankan juga ada di situ, kita membayar. Pas ditahan kan kita perlu pinjaman baru,” ungkapnya di sela-sela IPOC 2023, beberapa waktu lalu.
Kredit tidak murah saat ini, kata Eddy. Terlebih lagi di tengah tren suku bunga yang tinggi. Oleh sebab itu, dia berharap pemerintah memperhatikan hal ini.
(Laporan: NEWS – Tim Redaksi, CNBC Indonesia // Spotnews.id – Malik)