Surabaya, Spotnews.id- Fenomena turunnya kelas menengah di Indonesia semakin terlihat jelas melalui penurunan transaksi QRIS yang terpantau di beberapa bank, yang menggambarkan adanya tekanan ekonomi yang dihadapi oleh kelompok masyarakat tersebut. Sejak Juni hingga Agustus 2024, transaksi menggunakan sistem pembayaran berbasis QR Code ini mengalami penurunan yang signifikan, yang menjadi salah satu indikator adanya pergeseran sosial-ekonomi di masyarakat.
Penurunan Kelas Menengah dan Dampaknya pada Ekonomi
Mengacu pada data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah kelas menengah di Indonesia pada 2019 tercatat mencapai 57,33 juta orang atau sekitar 21,45% dari total penduduk. Namun, pada 2024 jumlah ini menurun menjadi hanya 47,85 juta orang atau 17,13% dari total penduduk, yang berarti ada penurunan signifikan sebesar 9,48 juta orang yang tergeser dari kelas menengah.
Sementara itu, kelompok masyarakat kelas menengah rentan atau aspiring middle class justru mengalami kenaikan, dari 128,85 juta orang (48,20% dari total penduduk) pada 2019, menjadi 137,50 juta orang (49,22% dari total penduduk) pada 2024. Begitu juga dengan kelompok rentan miskin yang angkanya terus membengkak, dari 54,97 juta orang (20,56%) pada 2019 menjadi 67,69 juta orang (24,23%) pada 2024.
Tren Penurunan Transaksi QRIS di Bank Jatim
Tren penurunan kelas menengah ini terlihat jelas dalam laporan transaksi QRIS yang dipantau oleh Bank Jatim. Direktur Utama Bank Jatim, Busrul Iman, mengungkapkan bahwa transaksi di QRIS Merchant mengalami penurunan yang cukup signifikan pada periode Juni hingga Agustus 2024.
Nominal transaksi QRIS Merchant Bank Jatim tercatat sebesar Rp 176,30 miliar pada Juni 2024, namun menurun menjadi Rp 127,91 miliar pada Juli, dan hanya sedikit meningkat menjadi Rp 130,51 miliar pada Agustus. “Data ini menunjukkan bahwa ada penurunan yang cukup tajam dalam transaksi QRIS pada periode Juni hingga Agustus, meskipun jika dilihat dalam rentang waktu 8 bulan terakhir, secara keseluruhan tetap mengalami peningkatan,” ujar Busrul dalam wawancara dengan CNBC Indonesia (Selasa, 10 Desember 2024).
Penurunan transaksi QRIS ini sejalan dengan tren deflasi inti yang berlangsung selama empat bulan berturut-turut sejak Mei 2024, yang menunjukkan menurunnya daya beli masyarakat, khususnya kelas menengah.
Alihkan Pengeluaran ke Kebutuhan Dasar
Fenomena penurunan daya beli ini juga tercermin dalam laporan OK Bank Indonesia (DNAR), yang mengalami penurunan sekitar 12% pada tabungan nasabah secara tahunan (YoY) per 4 September 2024. Direktur Kepatuhan OK Bank, Efdinal Alamsyah, menyampaikan bahwa nasabah mulai mengalihkan pengeluaran mereka ke barang-barang yang lebih esensial, seperti bahan makanan dan kebutuhan rumah tangga, sambil mengurangi pengeluaran untuk hiburan dan makan di luar rumah.
“Penurunan ini terlihat dari perubahan pola transaksi, di mana transaksi untuk kategori hiburan atau restoran menurun, sementara transaksi untuk bahan makanan dan kebutuhan pokok justru meningkat,” kata Efdinal.
Menurunnya Daya Beli dan Konsumsi
Dampak dari penurunan konsumsi ini juga dirasakan oleh Bank BJB (BJBR). Direktur Utama BJB, Yuddy Renaldi, mengungkapkan bahwa meskipun frekuensi transaksi nasabah masih menunjukkan pertumbuhan, nilai transaksi yang dilakukan mengalami penurunan. “Meskipun jumlah transaksi masih bertumbuh, nilai yang diperoleh atas uang yang ditransaksikan jelas menurun. Misalnya, nasabah yang sebelumnya bisa membeli 10 barang dengan Rp100 ribu, kini hanya bisa membeli 8 hingga 9 barang dengan nominal yang sama,” jelas Yuddy.
Kredit Retail Terdampak, Kebutuhan Pokok Masih Bertumbuh
Bank swasta terbesar di Indonesia, BCA (BBCA), juga tidak terlepas dari dampak penurunan kelas menengah ini. Presiden Direktur BCA, Jahja Setiaatmadja, menyatakan bahwa meskipun transaksi QRIS dan debit relatif tidak terdampak, namun kredit retail, khususnya konsumsi, mengalami penurunan.
“Saat ini, kredit retail memang lebih tertekan. Namun, kami melihat bahwa kredit konsumsi seperti KPR (Kredit Pemilikan Rumah) dan KKB (Kredit Kendaraan Bermotor) tetap bertumbuh, karena bunga yang lebih murah,” ujar Jahja.
Kesimpulan: Penurunan Kelas Menengah dan Pengaruhnya terhadap Ekonomi
Penurunan kelas menengah yang tercermin dari penurunan transaksi QRIS di beberapa bank menunjukkan bahwa daya beli masyarakat Indonesia, khususnya kelas menengah, memang sedang tertekan. Kenaikan harga barang-barang kebutuhan pokok, inflasi, dan deflasi inti berpengaruh pada pola konsumsi masyarakat. Meskipun transaksi untuk kebutuhan dasar masih menunjukkan peningkatan, namun kemampuan masyarakat untuk membeli barang-barang non-esensial mengalami penurunan yang cukup signifikan.
Pergeseran sosial-ekonomi ini membutuhkan perhatian serius dari pemerintah dan lembaga keuangan untuk mengatasi dampak penurunan daya beli, agar kelompok rentan miskin dan kelas menengah rentan bisa lebih terlindungi dan tidak semakin terjepit dalam kondisi ekonomi yang semakin sulit. (Laporan:BI//Spotnews.id-Ryn)