Sidoarjo, Spotnews.id – Pengasuh Pondok Pesantren Mukmin Mandiri Sidoarjo, Dr. KH. Muhammad Zakki, M.Si atau yang sering disapa Kyai Zakki, pernah menyampaikan pemikiran terkait Kepemimpinan Kewirausahaan Kyai Terhadap Kepuasan Kinerja Santripreneur Pesantren di Jawa Timur.
Merunut Kyai Zakki pembelajaran pendidikan melalui pesantren merupakan pendidikan tertua dan dinilai sebagai hasil proses sejarah panjang. Pengaruhnya sangat kuat terutama di masyarakat pedesaan. “Sejak masa kolonial, pesantren sudah menjadi alternatif pendidikan, di samping sistem pendidikan Barat. Bahkan, waktu itu menjadi kebanggaan, karena sistem pendidikan pesantren tidak hanya memberikan pengetahuan dan pengasahan otak, melainkan membentuk kepribadian akhlak,” tegasnya.
Ia menambahkan jika pesantren terus berkembang dan pada saat era reformasi mengalami pergeseran. Dimulai dari fenomena bermunculan pesantren yang memfokuskan diri pada usaha entrepreneur. Pesantren membekali santri berwirausaha yang orientasinya melakukan pemberdayaan ekonomi santri guna menjawab tuntutan dan kebutuhan zaman.
Menurut data 2023 di Kemenag Jawa Timur, jumlah keseluruhan pesantren di Jatim kurang lebih sebanyak 2.000, dan 40 di antaranya berorientasi kewirausahaan. Dari 40 itu hanya empat yang memenuhi kualifikasi, yakni memproduksi komoditas tertentu dan usahanya entrepreneurial survive yang dilakukan dalam bidang manajerial non financial yakni human behavior (perilaku kiaipreneur dan santripreneur).
“Pergeseran orientasi pesantren dari salafiyah oriented (tradisional) ke arah pesantreneurship (pesantrenpreneur) ini dipengaruhi perubahan kepemimpinan kiai yang mempunyai posisi kunci dan strategis. Perubahan orientasi dan model tersebut dipengaruhi pertimbangan dan kualifikasi kepemimpinan stratejik, kepemimpinan spiritual dan kepemimpinan kewirausahaan kiai,” imbuhnya.
Menurut Dr. Kyai Muhammad Zakki, M.Si, figur kyai berubah dari model yang hanya mengandalkan simbol-simbol keagamaan atau teologis, menjadi menggunakan simbol kepemimpinan stratejik, kepemimpinan spiritual dan kepemimpinan kewirausahaan. Simbol kepemimpinan kiai tersebut ternyata mempunyai pengaruh terhadap kepuasan kerja dan jihad santripreneur.
Ia melanjutkan jika salah satu temuan penting dari penelitian ini adalah kepemimpinan kewirausahaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap jihad (kinerja) santripreneur. “Pengaruhnya terjadi secara langsung pada jihad (kinerja) santripreneur, yang berarti setiap ada kenaikan kepemimpinan kewirausahaan, maka akan menaikkan jihad (kinerja) santripreneur,” ujarnya.
Dalam konteks kepemimpinan, simbol-simbol kepemimpinan kewirausahaan yang melekat pada kiaipreneur melahirkan kepatuhan santripreneur. Kepatuhan dipersepsikan sebagai ngalap barokah (mencari keberkahan). Kepatuhan model ini jadi tradisi pesantren yang sudah turun temurun. Sebuah sikap patuh tanpa pamrih terhadap perintah kiaipreneur jadi modal investasi penggerakan jihad (kinerja).
Selain itu, kepemimpinan kewirausahaan kyaipreneur juga dapat membentuk karakter entreprenerual santri. Kesalehan kyaipreneur dalam berwirausaha mampu membentuk tata nilai keikhlasan. Inilah budaya yang melekat di komunitas pesantren hingga menjadi derat utama. Keikhlasan ini menjadi suntikan psikologis yang dapat menggerakkan jihad (kinerja) santripreneur yang karakternya telah terbentuk.
“Ikhlas, tulus dan meyakini bahwa usaha yang dilakukan di pesantren juga bernilai ibadah, keikhlasan ini memampukan santri untuk meletakkan diri pada derajat pencapaian penerimaan di sisi Tuhan tanpa ada unsur pamrih,” urai pria yang juga menjabat Wakil Ketua III Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Jawa Timur tersebut.
(Sumber: MM Studio // Spotnews.id – Ady)