SPOTNEWS.id, Surabaya – Sidang perkara Gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) dengan Nomor Perkara 1000/Pdt.G/2022/PN.Sby Olivia Christine Najoan selaku (penggugat) melalui Kuasa Hukumnya Janaek Situmeang, SH, Hendra Pebruaris Siagian, SH, Berton Sitanggang,SH, Para Advokat dan Konsultasi Hukum pada”Law Office Janaek Situmeang & Partners terhadap PT Bank Sahabat Sampoerna cabang surabaya sebagai Tergugat digelar kembali di ruang Candra Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.
Sidang kali ini beragenda keterangan saksi ahli Agus Widiantoro, SH, MH. Dan didalam gugatan perdata PMH ini, saksi ahli mengatakan bahwa penerbitan surat peringatan kepada debitur dari kreditur, sebelum jatuh tempo tidak sah atau prematur. Dan pada sebenarnya pihak bank sampoerna seharusnya menerbitkan surat peringatan kepada Debitur, sebelum jatuh tempo sehingga surat ini dinyatakan tidak sah.
Surat bukti yang ditunjuk yaitu surat peringatan (SP) 1 tertanggal 16 mei 2019, SP 2 tertanggal 30 mei 2019, SP 3 tertanggal 10 juni 2019. Dimana surat perjanjian ini dibuat dengan adanya surat perpanjang perjanjian kredit no 067/BSS-PPJ/SBY/VII/2019 yang hanya dibuat tanggal 5 Juli 2019 dimana jatuh tempo kredit tanggal 9 Agustus 2019.
“Surat peringatan yang dikeluarkan oleh pihak bank sampoerna dikatakan prematur, ini dijadikan syarat lelang ke balai lelang untuk melelang aset debitur,” kata Agus, berlangsung memberikan keterangan dipersidangan, Selasa (23/5/2023).
Menurut saksi ahli, hal tersebut tidak sah atau cacat dimata hukum sehingga lelang bisa dibatalkan.
Kata saksi, pihak bank juga seharusnya konsistensi dalam menilai kredit agunan sang debitur. Jangan sampai pihak bank menilai agunan debitur pada awal kredit memakai penilaian internal, sehingga nilainya lebih tinggi atau rendah tapi pada saat menilai aset untuk dilelang pakai jasa KJJP yang nilainya pasti berbeda bisa lebih tinggi atau lebih rendah.
“Ini namanya inkonsistensi, apel dan jeruk tidak bisa dibandingkan tapi kalau apel dan apel bisa dibandingkan,” tambahnya.
Saksi ahli Agus menegaskan bahwa surat keterangan pendaftaran tanah (SKPT) harus ada sebelum pengumuman lelang pada kenyataan SKPT belum ada, tapi pengumuman lelang sudah diumumkan. Jadi, lelang ini tidak sah. “Pada kasus ini SKPT diterbitkan tanggal 5 februari 2020 no 119/2020 dimana ini tepat satu hari sebelum hari pelelangan. hal ini sangat tidak lazim,” tegasnya.
Agus menjelaskan bahwa arti wanprestasi dalam perdata dan perbankan adalah dua hal yg berbeda. Arti wanprestasi secara perdata adalah dimana pihak debitur tidak mampu mengembalikan pinjaman kredit dalam perjanjian yang disepakati oleh para pihak yang bersangkutan.
“Tetapi arti wanprestasi dalam perbankan adalah kualitas kredit seperti lancar, kurangnya lancar dan tidak lancar. Dimana kalau didalam hukum perbankan kalau pihak debitur telat membayar satu atau dua hari atau sebulan atau dua bulan ini masih dikategorikan masih dalam status lancar belum wanprestasi. Contoh, kalau kita kredit mobil atau motor kita telat bayar sebulan atau dua bulan, apakah langsung diambil sepeda motor atau mobil atau langsung dijual oleh pihak kreditur? Jadi dalam hal ini arti kata wanprestasi dalam hukum perdata dan perbankan berbeda,” tutupnya.
Perlu diketahui, dalam pentitum Penggugat mengharap agar Ketua Majelis Hakim menerima dan mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya. Menyatakan PT Bank Sahabat Sampoerna selaku Tergugat telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) terhadap Penggugat, Menyatakan bahwa pelelangan yang dilakukan PT Bank Sahabat Sampoerna atas barang jaminan sebagaimana dalam Risalah Lelang Nomor 197/45/2020 tanggal 6 Februari 2020 batal demi hukum dan tidak memiliki kekuatan hukum dengan segala akibat hukumnya,
Dan menghukum Tergugat untuk membayar kerugian Penggugat baik secara materiil maupun immateriil,dengan perincian, Kerugian Materiil yakni, harga Barang Jaminan sebesar Rp 10.173.500.000. kewajiban Penggugat membayar (pokok+bunga) = Rp 4.007.605.986.44. sisa = Rp 6.¹65.894.013.56
Kerugian In Materiil, bahwa Penggugat telah menderita Kerugian akibat telah terkurasnya tenaga, pikiran dan waktu untuk mengurus perkara dan bahkan sampai kehilangan tempat tinggal. Bilamana dinilai dengan uang, maka Kerugian Immateriil Penggugat tersebut adalah sebesar Rp 5.000.000.000.(lima milyard rupiah). (dn)