Spotnews.id – Ribuan buruh terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) di berbagai sektor industri padat karya. Namun, Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi menilai kondisi ini harus dilihat secara menyeluruh, termasuk dengan penciptaan lapangan kerja baru. “Kalau melihatnya itu (secara) resultante. Ada penciptaan lapangan kerja baru, mungkin ada yang nutup. Tapi lihat penciptaan lapangan kerja baru,” ujar Hasan di Jakarta.
“Coba cek saja, kalau diadu lebih banyak penciptaan lapangan kerja baru atau yang di PHK,” lanjutnya.
Hasan menyinggung kenaikan purchasing manager’s index (PMI) Indonesia dari 51 ke 53 pada Februari 2025.
“Kalau PMI naik, berarti penciptaan lapangan kerja baru kita cukup baik,” tegasnya. Menurutnya, pemerintah sudah memiliki program jaminan kehilangan pekerjaan (JKP) untuk mengantisipasi dampak PHK. Terkait PHK di PT Sritex Group, Hasan menyebut pemerintah sudah menyiapkan skema penanganan. “Yang Sritex sudah diumumkan ada skema-skema untuk menyelamatkan mereka,” kata Hasan.
Gelombang PHK Meluas Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) melaporkan PHK di sejumlah perusahaan manufaktur sejak awal 2025. -Sanken Indonesia: Hampir 1.000 pekerja terdampak akibat penutupan pabrik. -Yamaha Music Indonesia: Lebih dari 1.000 buruh terkena PHK akibat relokasi pabrik ke China. -PT Tokay Bekasi: Ratusan buruh mengalami PHK. -PT Sritex Group: Mem-PHK 10.669 karyawan pada Januari-Februari 2025. Presiden KSPI Said Iqbal menyebut ribuan pekerja di industri otomotif, terutama di sektor pabrikan truk dan dump truck, juga terancam PHK akibat meningkatnya impor truk dari China.
“(Buruh yang terkena PHK sejak Januari-Februari 2025) sekitar 3.000 orang dan akan bertambah,” ujar Iqbal
Iqbal menilai pemerintah tidak berbuat cukup untuk mencegah gelombang PHK ini. Ia menyebut Menteri Investasi, Menteri Ketenagakerjaan, Menteri Perindustrian, Menteri Perdagangan, dan Menteri Koordinator Perekonomian bertanggung jawab atas kondisi ini.
PMI Manufaktur Naik, Industri Masih Ekspansif Di sisi lain, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) melaporkan industri manufaktur mencatat tren positif di awal kuartal pertama 2025. S&P Global mencatat PMI manufaktur Indonesia naik ke level 53,6 pada Februari 2025, meningkat 1,7 poin dari Januari yang berada di angka 51,9. PMI di atas 50 menandakan ekspansi. Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyebut ekspansi ini sebagai yang tertinggi dalam 11 bulan terakhir. Indeks Kepercayaan Industri (IKI) juga menunjukkan peningkatan ke level 53,15.
“Ini menandakan sektor industri manufaktur terus berkembang dengan optimisme yang cukup tinggi di awal tahun,” ujar Agus di Jakarta.
Menurutnya, meski menghadapi dinamika politik dan ekonomi global, industri manufaktur nasional tetap menunjukkan kepercayaan tinggi. PMI manufaktur Indonesia juga melampaui sejumlah negara, seperti Amerika Serikat (51,6), Taiwan (51,5), Filipina (51,0), China (50,8), Thailand (50,6), Malaysia (49,7), Vietnam (49,2), Jepang (48,9), Myanmar (48,5), Jerman (46,1), dan Inggris (46,4). “Indonesia mencatatkan pertumbuhan tertinggi di ASEAN. Bahkan juga melampaui negara-negara manufaktur global yang masih mengalami fase kontraksi,” kata Agus.
(Sumber: Kompas // Spotnews.id – iz)